Sabtu, 05 Maret 2016

KISAH PALSU UMAR BIN KHATTAB DIMARAHI ISTRINYA


Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid menjelaskan sebuah kisah yang banyak beredar di internet dan buku-buku pernikahan.
______________________________
"Bahwasanya seorang lelaki mendatangi ‘Umar untuk mengadu tentang perangai istrinya, lalu lelaki itu berdiri di depan pintu rumah ‘Umar dan mendengar suara omelan istri ‘Umar kepada ‘Umar. ‘Umar sendiri diam tak bersuara, tak membalas omelan istrinya itu.
Lelaki itu pun berbalik pergi seraya berkata (dalam hati), “Jika keadaan Amir al-Mu’minin ‘Umar bin al-Khtahthab saja seperti ini, bagaimana bisa (aku mengadukan) perihalku.”
‘Umar keluar dari rumah dan melihat lelaki itu pergi. ‘Umar memanggil lelaki itu, “Apa keperluanmu, wahai saudaraku?”
Lelaki itu berkata, “Wahai Amir al-Mu’minin, aku datang untuk mengadu kepadamu tentang perangai istriku yang selalu mengomeliku, namun barusan aku mendengar istrimu pun berbuat demikian kepadamu sehingga aku pun kembali seraya berkata (dalam hati) kalau keadaan Amir al-Mu’minin dengan istrinya pun seperti ini, bagaimana bisa (aku mengadukan) perihalku.”
‘Umar pun berkata kepada lelaki itu, “Aku menanggung omelannya (dengan sikap diamku) karena hak-hak yang dimilikinya dariku. Istriku memasak makanan dan mengadon roti untukku, dia mencuci bajuku dan menyusui anakku padahal semua itu bukanlah kewajiban baginya. Selain itu, hatiku pun merasa tenang kepadanya dan (terjauhkan) dari hal-hal yang haram. Itulah yang membuatku (bersikap diam) menanggung omelannya.”
Lelaki itu berkata, “Wahai Amir al-Mu’minin, seperti itu pulakah istriku?”
‘Umar menjawab, “Kau tanggunglah beban itu, wahai saudaraku. Karena semua (omelan) itu hanya sejenak saja.”
____________________________
Kami tidak mendapati asal bagi kisah ini, tidak pula kami dapati seorang pun dari ulama hadits yang membicarakan hadits ini.
Kisah ini hanya disebutkan oleh Syaikh Sulaiman bin Muhammad al-Bujairami, ahli fikih mazhab asy-Syafi’i, di kitab Hasyiyah ‘ala Syarh al-Minhaj (3/441-442) sebagaimana disebutkan juga oleh Abu al-Laits as-Samarqandi, ahli fikih mazhab al-Hanafi, di kitab Tanbih al-Ghafilin (halaman 518), demikian juga Ibn Hajar al-Haitami di kitab az-Zawajir (2/80).
Akan tetapi tak seorang pun dari ketiganya yang menyebutkan sanad bagi kisah tersebut, bahkan mereka mengemukakannya dengan shighah at-tamridh yang menunjukkan kelemahan riwayat seperti, “Dzukira anna rajulan (disebutkan bahwa seorang lelaki),” atau, “Ruwiya anna rajulan (diriwayatkan bahwa seorang lelaki),” dan penyebutan (shighah tamridh) ini mengindikasikan bahwa kisah tersebut tidaklah sahih
Sehingga kesimpulannya adalah bahwa kisah di atas tidak ada asalnya, matannya berisi kemungkran dan tidak sahih. Oleh karena itu tidak benar menjadikannya sebagai dalil tentang kebolehan bagi istri untuk meninggikan suara terhadap suaminya.

Sumber : http://www.fimadani.com/

Tidak ada komentar: