Minggu, 20 Maret 2016

Beginilah Sikap Muslim Ketika Banyak Musibah

Oleh: Zainal Arifin

Bencana atau musibah biasanya diasumsikan sebagai sesuatu yang mengerikan dan selalu menyisakan duka bagi mereka yang ditimpa kemalangan.
Banyak orang yang kemudian berputus asa setelah dirinya ditimpa musibah, namun tidak jarang juga yang menjadikan musibah sebagai bahan instropeksi diri. Bahkan, mereka menghadapi musibah dengan keyakinan dan tekad yang kuat untuk merubah diri menjadi individu yang tegar dan kokoh.
Sebagai orang beriman, mestinya kita yakin dan percaya akan setiap kejadian mengandung hikmah yang berharga. Musibah yang terjadi di muka bumi ini boleh jadi merupakan azab Allah Subhanahu Wata’ala terhadap hamba-hambaNya yang ingkar. Namun tidak menutup kemungkinan musibah tersebut adalah bagian dari kecintaan Allah yang ingin menguji manusia pilihan-Nya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam bersabda, “Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Barang siapa yang ridho terhadap ujian tersebut maka baginya ridho Allah dan barang siapa yang marah terhadap ujian tersebut maka baginya murka-Nya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Hadis tersebut secara gamblang menyampaikan bahwa metode ujian yang diberikan Allah kepada semua manusia ciptaan-Nya adalah dengan musibah. Bagi mereka yang ikhlas dan bijak menghadapi musibah sudah barang tentu ridho Allah akan selalu menyertainya.
Wajar jika ada yang menyebutkan bahwa manusia yang hebat tidak pernah lahir dari buaian kenikmatan, tetapi merupakan hasil tempaan dari beragam ujian dan cobaan.
Pastinya semua manusia yang hidup di dunia tidak akan luput dari berbagai macam ujian dan cobaan, baik berupa musibah maupun kesenangan. Hal itu merupakan sunnatullah yang berlaku bagi setiap insan sejak awal hingga akhir zaman, dan terjadi pada mereka yang beriman maupun orang kafir. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman;
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS: al-Anbiyaa [21]: 35).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa makna ayat tersebut yaitu: Kami menguji kamu (wahai manusia), terkadang dengan bencana dan terkadang dengan kesenangan, agar Kami melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang ingkar, serta siapa yang bersabar dan siapa yang berputus asa.
Ayat tersebut juga telah menunjukkan jenis ujian Allah kepada setiap hamba-Nya, ada ujian kesenangan dan ada musibah. Ironisnya banyak manusia yang lupa diri dan meninggalkan Tuhannya ketika dirinya mendapat kesenangan dunia. Sementara ketika menghadapi musibah ia akan merengek-rengek meminta keadilan Tuhan. Dan banyak yang kemudian menyalahkan takdir ketika dirinya terjerumus dalam penderitaan karena musibah yang dialaminya.
Permasalahannya, seberat apa musibah yang sedang dihadapinya? Sehingga dirinya menduakan Allah yang telah menjamin hidup dan matinya kelak. Coba simak kisah disembelihnya nabi Yahya bin Zakariya.
Kisah Abu Hanifah yang dipenjara sehingga mati di dalam buih. Kisah Imam Malik yang dicambuk dan tangannya ditarik sehingga lepaslah bahunya. Kisah Imam Ahmad yang disiksa hingga pingsan dan kulitnya disayat dalam keadaan hidup.
Sungguh mulia hidup orang-orang yang bersabar di jalan Allah meskipun musibah silih berganti menerpa kehidupannya. Orang yang beriman senantiasa menghadapi bencana dan musibah dunia fana ini tanpa mengeluh dan berputus asa. Keimanannya kepada Allah mengantarkan dirinya yakin bahwa apapun ketetapan-Nya ada kebaikan untuk kehidupannya di dunia dan kelak di akhirat.
Hikmah dalam Musibah
Sesungguhnya semua musibah yang menimpa orang-orang yang beriman senantiasa disertai dengan pahala yang besar dari Allah Subhanahu Wata’ala.
Kewajiban sesama Muslim terhadap sesamanya yang terkena musibah selain berupaya meringankan beban juga memberi motivasi untuk bersabar. Nasehat dan motivasi untuk tetap sabar harus ditanamkan dalam diri setiap orang yang sedang ditimpa musibah, dengan harapan mendapat kebaikan dari musibah yang dialaminya.
Keyakinan ada Allah di balik setiap musibah merupakan modal dasar bagi seseorang yang ingin sukses lulus dari ujian dan cobaan Allah. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an,
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang) kecuali denga izin Allâh; barang siapa yang beriman kepada Allâh, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allâh Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS: At-Taghâbun [64]: 11).
Dari ayat Allah tersebut, siapa pun yang ditimpa musibah harus meyakini bahwa musibah tersebut merupakan ketentuan dan takdir Allah Subhanahu Wata’ala.
Maka bersabar dan mengharap petunjuk Allah agar mampu menjalani dan meraih keberkahan dari musibah yang dijalaninya. Selain itu, berserah diri kepada Allah semata-mata mengharap Allah akan menggantikan apa yang hilang darinya dengan sesuatu yang lebih baik lagi.
Beberapa hikmah yang dapat diambil dari setiap musibah yang terjadi pada diri seorang Muslim di antaranya:
Pertama, musibah merupakan obat pembersih untuk mengeluarkan semua kotoran dan penyakit hati yang ada pada diri manusia. Kotoran dan penyakit hati apabila tidak dibersihkan dapat mencelakakan seseorang karena menjerumuskan dirinya berbuat dosa.
Dengan adanya musibah orang yang berpenyakit tersebut dapat sadar diri dan mendekat kepada Allah untuk meraih pahala dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah Subhanahu Wata’ala.
Kedua, menjadikan musibah sebagai tolak-ukur kepribadian seorang Muslim yang senantiasa berprasangka baik terhadap takdir Allah, baik itu dalam keadaan senang maupun susah.
Rasulullah bersabda, “Sungguh mengagumkan keadaan seorang Mukmin, semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang Mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.” (HR. Muslim).
Ketiga, musibah merupakan peringatan kepada setiap manusia atas apa yang telah diperbuatnya di muka bumi ini.
Banjir yang melanda desa maupun kota boleh jadi adalah teguran kepada pembuat kebijakan setempat yang mengatur wilayahnya agar tidak merusak lingkungan. Longsor juga demikian, mengingatkan manusia yang gemar menggunduli gunung untuk menghentikan kebiasaannya. Dengan peringatan tersebut, manusia harus menghambil ibrah bagaimana menjaga keseimbangan hidup dengan ekosistem apa adanya.
Dan masih banyak lagi hikmah yang terkandung dalam setiap peristiwa terutama musibah dan bencana yang pasti menyambangi perjalanan hidup anak manusia. Inilah alat yang menjadi bahan pertimbangan Allah untuk mengangkat derajat manusia, jika mereka sabar menghadapi musibah niscaya ada balasannya, sebaliknya jika mereka kufur karena musibah maka penderitaannya tidak hanya di dunia saja, tapi juga di akhirat kelak.
Semoga Allah menjadikan bumi Indonesia lebih baik di masa yang akan datang dan dijauhkan dari segala musibah yang di luar batas kemampuan rakyat Indonesia.
Dan bagi kita sebagai pemilik negeri ini, marilah bersama tingkatkan kepedulian terhadap sesama dan lingkungan tempat kita bermukim. Agar kehidupan yang harmonis dapat tercipta baik di antara kita sebagai sesama manusia maupun antara kita dengan lingkungan alam.*
Dosen STKIP Hidayatullah Batam



----------------------------

Ruqyah Massal Sidoarjo April 2016

👉 Untuk informasi silahkan hubungi : Abbas  
089-77-5758-17 
7C4996BE


Tidak ada komentar: