Rabu, 12 Februari 2014

Restu Orang Tua @AkademiPraNikah


Pada akhirnya usia jugalah yang menjadi penentu adanya kehadiran tahapan hidup selanjutnya, yakni usia yang matang lagi memenuhi syarat-syarat berlangsungnya suatu pernikahan. Meskipun pada dasarnya usia bukanlah parameter utama dalam menjalani Pernikahan. Menjadi hal yang sangat memusingkan akal, dalam proses memilih seoran pasangan. 

Dimana, pasangan tersebut akan menjadi teman hidup kita sepanjang hayat kita, menjadi sekretaris pribadi kita dalam segala hal, menjadi asisten pribadi yang dapat membantu segala kesulitan kita, menjadi pembimbing skripsi kehidupan kita, menjadi menteri keuangan kita, menjadi menteri pekerjaan umum kita, menjadi menteri Koordinator Ekonomi kita, menjadi menteri kesehatan kita, menjadi menteri kesejahteraan rakyat kita, menjadi ibu dari anak-anak kita, menjadi guru pertama dan terbaik bagi anak-anak kita, menjadi pembimbing utama bagi anak-anak kita, menjadi nenek dari cuc-cucu kita, menjadi baby sitter utama anak-anak dan cucu-cucu kita, dan peran vital lainnya dalam kehidupan kita, seluruh sisa hidup kita di dunia ini. Dan berlaku hal yang sama bagi calon suami maupun istri, meskipun dalam konteks yang sedikit berbeda.
Akankah kita memperhitungkan dengan asal siapakah calon pendamping hidup kita?

Perlu kita pahami jelang pernikahan, bahwa pernikahan itu bukanlah ajang senang-senang untuk menuntaskan kebutuhan biologis semata, namun menjadi sarana yang baik dalam meleburnya unsur dasar terciptanya kehidupan secara fisik (sel telur dan sperma)sebagai wujud adanya kehidupan penerus yang terunggul. Pernikahan bukanlah sekedar hubungan tanpa jalinan Kasih namun sebaliknya haruslah dijalankan dengan penuh Kasih dan Sayang sepenuh jiwa. Pernikahan merupakan wujud dari kerja sama yang paling hakiki, dengan segala hal baik dan buruk yang akan melingkupi dalam rentang waktu yang lama. Akankah kita masih memilih calon pasangan secara asal?

Dalam khasanah budaya Jawa telah dikenal dengan parameter Bibit, Bebet, Bobot, dimana dipandang menjadi salah satu bentuk wujud budaya yang kolot dan tidak mengikuti jaman. Apakah ini memang benar? Mari kita kaji dengan lebih mendalam.
  1. Bibit, merupakan memiliki keturunan yang baik. Dengan kata lain memiliki keluarga yang dikenal luas oleh masyarakat sebagai keluarga yang baik, sebagai parameter penilaian yang sangat diminati oleh orang tua kita tentunya. Karena dengan memberikan penjelasan yang baik terkait dengan kondisi keluarga dari calon pasangan merupakan salah satu parameter dasar untuk menginjak kepada parameter selanjutnya. Orang tua kita tentunya tidak menginginkan sosok menantu yang tidak memiliki budi pekerti dan tidak dapat menghormati dengan sebaiknya mertuanya kelak. Dan hal itu dapat dilihat dari pembentukan karakter pribadi yang terdapat dalam keluarga yang baik, maka akan menghasilkan sosok pribadi yang baik. Jangan pula memahai bahwa sosok yang baik ini hanya dapat ditemui dalam keluarga bangsawan/terpandang, bahkan di lingkungan keluarga yang sederhana dapat dijumpai sosok keluarga yang memiliki pribadi yang baik.
  2. Bebet, merupakan parameter individu yang dilihat dari lingkungan manakah dia berasal, berteman dengan siapa saja dan bagaimana kondisi lingkungan dan pertemanan yang ada. Hal ini dipandang penting, karena lingkungan adalah rumah kedua bagi individu untuk berkembang dan secara langsung membentuk karakter dari individu tersebut. Sudah jela, bahwa lingkungan yang baik akan memberikan dampak yang baik kepada pembentukan karakter individu bersangkutan.
  3. Bobot, merupakan wujud sosok individu dilihat dari kondisi individu itu sendiri. Parameter yang dinilai diantaranya adalah cantik, ganteng, tinggi, kepintaran, kedewasaan, jenjang pendidikan, pekerjaan, kekayaan, kestabilan emosi, cara bertutur, cara bersikap, gaya hidup, keimanan, dan parameter lain yang melekat pada diri secara personal.
Marilah kita sedikit memahami dengan baik, penggunaan paramater Bibit-Bebet-Bobot dalam penentuan calon pasangan kita. Apakah kita membutuhkan paramter tersebut ataukah tidak dalam penentuan calon pasangan? Ataukah ada parameter yang lainnya yang dapat memberikan penjelasan yang lebih mendalam dalam penentuan calon pasangan kita kelak?

Bahwa telah sangat jauh mendalamnya pemahaman akan penentuan calon pasangan hidup dalam khasanah budaya Jawa, dengan memperhatikan segala aspek kehidupan yang pada akhirnya menggiring kepada berjalannya suatu rumah tangga yang sukses lahir dan batin, dan memberikan keturunan yang sangat baik.

Meskipun begitu, parameter yang telah diajarkan dalam budaya Jawa tersebut, telah dipandang memberikan dampak yang cukup luas bagi suatu pasangan untuk mendapatkan persetujuan dari orang tua. Tidak sedikit yang menganggap itu menjadi penghalang utama bagi bersatunya sepasang kekasih dalam suatu bahtera rumah tangga. Dan tidak sedikit pula yang menentang penggunaan parameter Bibit, Bebet, dan Bobot dalam penentuan pasangan dalam rumah tangga.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Tiga hal yang seriusnya dianggap benar-benar serius dan bercandanya dianggap serius: nikah, cerai dan ruju.’” (Diriwayatkan oleh Al Arba’ah kecuali An Nasa’i)

Makna dari Hadist di atas adalah dalam menetapkan suatu pilihan hidup dalam jalinan pernikahan haruslah dengan hati-hati, tidak asal, teliti dan penuh pertimbangan. Terlebih ini adalah sosok teman hidup yang akan menemani kita selama sisa hidup kita.

Penetapan calon pasangan hidup pun telah diatur dalam Islam dengan sebaiknya, dan setiap muslim yang mendapati sesuai dengan parameter-parameter tersebut akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat In Sya Allah.

“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)

“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi)

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa.” (QS. Al Hujurat: 13)

“Orang yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapat kebaikan akan dipahamkan terhadap ilmu agama.” (HR. Bukhari-Muslim)

Pada akhirnya semua berpulang kepada pribadi calon pasangan dan orang tua, apakah memperhatikan parameter tersebut dengan sebaiknya ataukah tidak. Karena pada dasarnya parameter tersebut dipergunakan sebagai dasar yang baik dalam memilih pasangan. Meskipun tidak lepas dari adanya HATI yang bermain dalam penentuan nilai atas parameter-parameter tersebut, namun sebaiknya menjadikan hal tersebut sebagai dasar yang baik dalam penentuan kelanjutan keturunan keluarga yang baik.

Terdapat suatu komunikasi yang seharusnya dapat berjalan dengan baik, antara kita sebagai anak dan orang tua dalam membicarakan sosok calon pasangan. Karena harapannya, pasangan itu akan menjadi bagian dari keluarga hingga akhir hayat, dan juga akan menjadikan tautan yang kuat antara keluarga kita dan keluarga sang calon pasangan, disebabkan adanya ikatan pernikahan yang akan terjadi. Perlu adanya kedewasaan berpikir dan rasa hormat yang besar, serta rasa saling menghargai yang tulus dalam menentukan calon pasangan kita ini. Karena tidak hanya kita yang menikah dengan pasangan kita kelak, namun keluarga kita pun akan "menikah" dengan keluarga sang calon pasangan, seiring terwujudnya ikatan pernikahan tersebut. Hingga hadirnya restu orang tua merupakan wujud terbaik dari berbagai proses komunikasi yang telah terjalin.

“Dari Abdullah Ibnu Amar al-’Ash Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Keridloan Allah tergantung kepada keridloan orang tua dan kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua.” (HR. Tirmidzi)

Dari  Abu Abdulrahman, Abdullah bin Mas’ud, ia menceritakan: Aku pernah bertanya pada Rasulullah, tentang perbuatan apakah yang paling dicintai Allah? Jawab beliau : “yaitu shalat pada waktunya”. Aku bertanya lagi: Kemudian apa lagi? Jawab beliau: “berbuat baik kepada orang tua”. Aku bertanya lagi: Kemudian apa lagi? Beliau menjawab: “Jihad fisabilillah”. ( HR. Bukhori dan Muslim)

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (QS 46:15)







Tidak ada komentar: